Home / Berita Umum / Sidang Ratna Sarumpaet: Bohong Ke Diri Sendiri Hingga Depresi Terkontrol

Sidang Ratna Sarumpaet: Bohong Ke Diri Sendiri Hingga Depresi Terkontrol

Sidang Ratna Sarumpaet: Bohong Ke Diri Sendiri Hingga Depresi Terkontrol – Pengadilan Negeri Jakarta Selatan kembali menyelenggarakan sidang masalah masalah pendapat penyebaran hoax atau berita bohong dengan terdakwa Ratna Sarumpaet pada Kamis, 9 Mei 2019.

Pada sidang kesempatan ini, Ratna Sarumpaet bawa tiga orang saksi yang memudahkan. Mereka yaitu Dokter Spesialis Kedokteran Jiwa, dr. Fidiansjah, Sp. KJ. Selanjutnya, Pakar Pidana, Prof Muzakir. Paling akhir Pakar IT Teguh Arifyadi.

Dalam sidang, Dokter Spesialis Kedokteran Jiwa, Fidiansjah mengkategorikan Ratna Sarumpaet jadi pasien stres yang termonitor sebab teratur mengkonsumsi obat antidepresan.

Ia memahami hal tersebut sebab Ratna telah jadi pasiennya mulai sejak 2017 saat kemarin. Masa itu, Ratna mendatanginya ke klinik di daerah Pejompongan, Jakarta Pusat bersama dengan anaknya.

Tersebut jejeran info pakar serta dokter dalam sidang kelanjutan Ratna Sarumpaet disatukan

1. Ratna Bohong ke Diri Sendiri
Kepala Sub Direktorat Penyelidikan Kemenkominfo, Teguh Arifiyadi bersaksi di sidang masalah penyebaran berita bohong atau hoax dengan terdakwa Ratna Sarumpaet.

Pada kesaksiannya, Teguh mengatakan pandangannya berkenaan Kasus 28 ayat (2) Jo Kasus 45 A ayat (2) Undang-Undang Nomer 19 Tahun 2016 perihal pergantian atas Undang-Undang Nomer 11 Tahun 2008 perihal Kabar serta Transaksi Elektronik.

Menurutnya, akar penting dari kasus itu yakni Kasus 156, 156 a serta 157 KUHP. Awalannya, tidak ada pidana.

” Pada tahun 2008 sewaktu disahkan ada beberapa penyusunan pidana. Cluster-nya antara lainnya ilegal content, ” kata Teguh, Kamis, 9 Mei 2019.

Ia menyebutkan pasal-pasal ini mengendalikan tindak pidana yang memiliki kandungan faktor perjudian, etika susila, serta berita bohong yang hubungannya perlindungan pembeli. Pengakuan itupun mengundang bertanya satu diantaranya pengacara Ratna Sarumpaet.

” Bila berbohong pada diri pribadi, bagaimana? ” bertanya pengacara Ratna Sarumpaet.

” Belum masuk category UU ITE, ” jawab Teguh.

Pengacara selanjutnya mencuplik Kasus 14 ayat (1) Undang-Undang Nomer 1 Tahun 1946 perihal Aturan Hukum Pidana.

Bunyinya, ” Siapa saja, dengan menyiarkan berita atau pemberitahuan bohong, dengan berniat menerbitkan kegaduhan dikalangan rakyat, diganjar hukuman dengan hukuman penjara setinggi-tingginya sepuluh tahun. ” Pengacara ajukan pertanyaan arti dari menyiarkan berita.

” Sewaktu sebarkan dengan cara pribadi dapat digolongkan menyebarluaskan, ” kata pengacara.

Ia mengatakan, KUHP 157 mengendalikan dasar antara sebarkan, mentransmisikan serta mendistribusikan.

” Kerangka penyebaran merupakan broadcast, ” jawab Teguh.

” Apa broadcast, ” bertanya pengacara.

Teguh menuturkan, yang termasuk juga broadcast, ” Sewaktu seorang berkirim pesan ke banyak penerima. Persamaan waktu dapat memperlihatkan penyebaran atau mungkin tidak. ”

Pengacara Ratna Sarumpaet lalu ajukan pertanyaan, ” Bila saya berkirim gambar ke pakar. Besoknya saya kirim ke orang lewat WhatsApp. Kategorinya. ”

” Mentransmisikan. Telah jelas kalai sebarkan itu buat publik pada umumnya, ” jelas Teguh.

Setelah itu, pengacara bertanya arti kegaduhan yang ada di kasus itu.

” Apakah yang dimaksud kegaduhan di social media, ” bertanya Pengacara.

Teguh menuturkan, Undang-Undang ITE tidak mengetahui kegaduhan. Uraian kegaduhan di internet tidak ada parameternya, yang ada trending objek.

” Kegaduhan tidak ada referensi. Tidak dapat mengukur apa pembicaraan kegaduhan atau mungkin tidak, ” kata Teguh.

2. Ratna Telah Meminta Maaf
Pakar pidana Mudzakir dihadirkan di sidang penyebaran berita bohong atau hoax dengan terdakwa Ratna Sarumpaet.

Dalam kesaksiannya, Mudzakir menilainya jaksa kurang pas mendakwa Ratna Sarumpaet dengan Kasus 14 ayat (1) Undang-Undang Nomer 1 Tahun 1946 perihal Aturan Hukum Pidana. Dalam kasus itu, Mudzakir mencuplik bunyi Kasus 14. Mudzakir mengarisbawahi pada kata kegaduhan.

” Ini kegaduhan tidak berlangsung serta tidak mengundang kegaduhan, ” papar ia di persidangan Ratna Sarumpaet, Pengadilan Negeri Jakarta Selatan.

Menurutnya, sewaktu seorang memberikan kabar salah ke hadapan massa, namun yang terkait sudah mengklarifikasi omongannya, karena itu masalah kebohongan ini dikatakan usai.

” Kan telah meminta maaf, jadi bangsa Indonesia yang berperikemanusiaan adil serta beradab. Adab manusia bila telah salah meminta maaf tidak mengundang kerugian yang lain bila berikut ya clear, ” papar ia.

Dia lantas menilainya, masalah Ratna Sarumpaet tak usah dibawa ke meja hijau.

” Tidak lagi ada masuk ke hukum pidana sebab tidak ada hubungan dengan maksudnya adalah untuk mengundang kegaduhan. Menurut pakar demikian sampai faktor dengan berniat mengundang kegaduhan pada penduduk tidak tercukupi dalam kerangka ini, ” kata Mudzakir.

3. Ratna Alami Stres Termonitor
Dokter Spesialis Kedokteran Jiwa, Fidiansjah didatangkan jadi saksi pada sidang kelanjutan masalah penyebaran hoax dengan terdakwa Ratna Sarumpaet.

Dalam kesaksiannya, Fidiansjah menyampaikan jika Ratna Sarumapet adalah satu diantaranya pasiennya mulai sejak 2017 saat kemarin.

Ratna Sarumpaet didampingi anaknya ada ke klinik di daerah Pejompongan, Jakarta Pusat. Masa itu, Ratna cuma bawa resep yang diberi dokter Rumah Sakit Pusat Angkatan Darat (RSPAD) Gatot Soebroto. Selanjutnya, dibuatkan resep yang baru.

” Saat ada sama saya itu sebab obat yang telah diperoleh di RSPAD butuh kesinambungan. Sebab waktu itu dokter yang biasa memberi tidak dapat memberi obat, ” kata Fidiansjah.

Fidiansjah mengkategorikan Ratna Sarumpaet jadi pasien stres yang termonitor sebab teratur mengkonsumsi obat antidepresan.

” Obat antidepresan buat stabilitas pada pasien supaya terbuat kesetimbangan. Yang terkait telah bisa obat awal kalinya perihal stres yang di alami. Sampai dapat menjaga stabilitas kegunaannya baik di sosial atau rumah tangga, ” ujarnya menuturkan.

Seterusnya, Fidiansjah menuturkan yang dimaksud stres termonitor. Menurutnya, sedikitnya ada tiga hal yang seringkali di alami pasien stres.

Pertama, rasa sedih begitu tergantung pada keadaan. Ke dua, tersangkut fungsi fungsi psikomotorik. Orang stres dapat menarik diri, tidak semangat, serta tidak mengerjakan aktivitas yang biasa dilaksanakan.

Ke-3, timbulnya keluhan-keluhan biologis. ” Itu semua tidak berlangsung pada Ratna Sarumpaet. Itu punya arti termonitor, ” jelas ia.

4. Fakta Ratna Berbohong
Terkecuali itu, dalam kesaksiannya, Fidiansjah mengatakan peluang pemicu Ratna Sarumpaet berbohong. Ia menyangka, kebohongan Ratna didorong rasa tidak suka pada hasil operasi plastik atau oplas di wajah yang dia tekuni.

” Operasi kan jadi lebih cantik, lebih fresh, dan seterusnya. Bila tidak pas, maka bisa bereaksi. Serta reaksinya dapat tergantung pada situasi individu waktu itu, ” papar Fidiansjah.

Pada persidangan ini, pengacara Ratna sudah sempat melemparkan pertanyaan pada Fidiansjah berkaitan aksi yang dilaksanakan clientnya dalam kurun waktu tanggal 20 sampai 24 September 2018.

” Ia (Ratna) berbohong, merekayasa. Apa itu termasuk juga stres termonitor barusan, ” bertanya salah seseorang pengacara terdakwa.

Fidiansjah menjawab jika depersi serta resah begitu tidak serupa. Stres berlangsung sebab tak dapat lupakan hal yang berlangsung. Sesaat resah, tidak dapat menghadapi hal yang belum berlangsung.

” Sampai stres yang konsumen kami (rasakan) yaitu dengan situasi saat lalunya. Suaminya sakit dan seterusnya. Termasuk juga apa yang berlangsung waktu operasi dengan fakta yang berlainan itu dapat mengundang kegonjangan, ” papar Fidiansjah.

About admin